Sejak pandemi covid tahun 2020 dunia penerbitan buku selalu ramai. Ramai dalam perbincangan. Utamanya tentang keterpurukan. Sampai sekarang. Menariknya, sebetulnya, ada beberapa penerbit yang, dalam hening, justru mengalami kebangkitan. Omset mereka menaik. Dari mereka selalu muncul kabar tentang optimisme, tentang buku yang terjual ribuan eksemplar, tentang buku yang lantas dialihwahanakan menjadi film, tentang penulis yang tertawa ceria, tentang pembaca yang riang berbagi cerita.
Dari sebuah industri yang sama muncul dua pengalaman berbeda, yang dikotomis, seperti dua kutub tak sama. Keduanya fakta. Keduanya bisa dibuktikan kebenarannya. Keduanya tak bisa disalahkan atau saling menyalahkan. Kami, penerbit buku yang baru menetas, membaca kedua pengalaman itu dengan antusias. Pengalaman versi pertama untuk belajar dan terus belajar. Menyimak dengan takzim. Pengalaman versi kedua untuk merawat asa dan bara. Mencerna dengan takjub.
Kami penggemar dunia pengembangan diri. Tentu menjadi lumrah jika kami menetapkan dan mengibarkan diri sebagai penerbit buku pengembangan diri. Mulai Oktober 2025 buku pertama kami terbit.
Jika ada pertanyaan ada apa dengan buku sampai kami berpayah-payah bergumul di dalamnya, sesungguhnya kami tak punya jawaban yang —katakanlah—melegakan. Kami hanya bisa mengatakan bahwa kami jatuh cinta pada buku, berkali-kali dan bertubi-tubi. Kami hanya ingin mengekspresikan cinta kami itu lewat tindakan yang—di mata kami—bernilai lebih: menerbitkan buku.
Jadi, kami mempertemukan kegemaran dan kecintaan kami itu pada sebuah tindakan nyata: melahirkan buku-buku pengembangan diri. Tujuannya, buku-buku itu memberi dampak pada pertumbuhan diri sesama anak bangsa Indonesia.
Pun kami mengajak para coach, trainer, sesiapa saja yang punya minat dan kemampuan pada pengembangan diri untuk bersama-sama berkontribusi lewat karya.
Jadi, ada apa dengan buku? Ada cinta kami.
Dan doakan kami di dunia penerbitan buku ini.
Salam cipta